Halo halo halo, apa kabar? Balik lagi sama saya di tl;dr sneaker review. Ini kejadian yang jarang banget ya, soalnya saya biasanya ga ngereview sepatu yang baru rilis di Indonesia, sesuai dengan prinsip hidup saya: ga diskon ga belanja. Tapi karena kemaren joki, togel sama praktik perdukunan gagal bikin saya dapet Adidas Kamanda sama Mizuno Wave Rider 1, akhirnya saya beli deh ini sepatu. Retail. di ODD barusan aja.
Lho? Katanya #2018berswoosh? QC nike lagi jelek bro, trus mau beli Jordan aja susah banget. Ada sih rilisan-rilisan lawas yang lagi diincer, tapi itu buat nanti.
Story
Okelah, kali ini TL;DR Review mau membahas Adidas ATRIC F/22. Adidas ATRIC sendiri merupakan line outdoor/adventure dari adidas originals, mirip Terrex di adidas performance. Apa arti dari ATRIC? Ga ada yang tau, karena dalam rilisnya adidas cuma ngasitau kalo ATRIC sepatu lifestyle yang rugged dan adventurous untuk dipake di perkotaan karena make material dan teknologi yang tahan cuaca, misalnya merino wool atau reinforcments disana-sini yang bikin dia tahan cuaca atau solnya nganu pokoknya ya gitulah intinya paham ya?
Nah, kalo menurut saya, ATRIC sendiri singkatan dari: **(for) All-Terrain, Rough and Inclement Conditions**, sesuai peruntukannya. Dan ATRIC F/22 ini adalah sepatu ke-3 yang dirilis sebagai sepatu dari line ATRIC, pendahulunya adalah F/1.3 dan F/1.4, yang terinspirasi dari unit taktis kepolisian jerman GSG-9. Setiap rilisan sepatu line ATRIC pasti dibarengin sama rilisan sepatu model lain dari adidas originals dengan tema yang sama, jadi sepatu-sepatu itu di-makeover dengan material spek ATRIC. Misalnya ATRIC red pack atau ATRIC summer spice yang baru aja rilis.
Anyway, ada 5 colorway adidas ATRIC F/22 yang rilis, tapi yang masuk Indonesia Cuma 3 (mungkin belum masuk): multicolor white (ga ada di indo), multicolor black, white, blue (ga ada di indo), orange. Saya beli multicolor black karena colorwaynya mirip adidas x sns datamosh glitch camo dan merepresentasikan 4 elemen di logonya ATRIC (oranye, biru, ungu, abu2) walopun gasama persis (elemen warna di sepatu ini item putih oranye biru walopun di color code di boksnya Cuma 3).
Nama F/22 sendiri diambil dari aperture di kamera. Apa itu aperture? Googling aja sendiri, udah pada gede kan?
Upper material
Uppernya dari primeknit ditambah merino wool (ini kata rilis resminya dan berita-berita di internet), tapi menurut saya ini adalah primeknit yang bahannya dari merino wool, karena primeknit adalah Teknik metode knittingnya. Keuntungannya apa pake merino wool? Merino wool lebih tahan cuaca daripada wool lainnya. Dan merino wool ini adalah salah satu material weather resistant pertama sebelum dikembangkannya material sintetis kaya poliester, plastik, cordura maupun gore-tex (iya tau, gore-tex itu teknologi, tapi ngerti maksudnya kan?).
Merino wool banyak dipakai di clothing kaya duffle coat, peacoat dan coat-coat lainnya. Atau outlier sama raphe, perusahaan apparel persepedaan yang sering ngerilis bahan bermaterial merino wool.
Cuma, jangan harap upper F/22 bakal segahar coat-coat itu, karena proses weaving/knitting materialnya beda. Coat/jaket/celana/apapun yang berbahan merino wool biasanya diweave/knit dengan rapat, dedangkan primeknit diknit tidak terlalu rapat biar ada ruang untuk kaki bernapas.
Oh iya, knitnya ga se-stretchy ultraboost ya, mungkin karena efek material yang dipake dan agar lebih tahan cuaca dari primeknit biasanya.
Design Cue
Desainnya bikin saya inget sama Nike Air Moc, yang peruntukannya juga sama sebenernya. Apalagi kalo diliat dari solnya. Tapi air moc lebih robust dan kaku daripada F/22. Sol air moc gabisa ditekuk seinget saya sedangkan F/22 bisa. Design cuenya sendiri selain dari air moc (yang adidas gabakalan ngaku) juga dari seri adidas eqt water moccasin/ watermoc, terutama watermoc 5 untuk pattern outsolenya.
Ngomong-ngomong outsole, saya jadi inget kalo desain allover pattern kaya gini sepertinya jadi design cue dari adidas, yang diliatin di adidas kamanda (samba outsole) atau deerupt yang bahkan uppernya dikasi Dillinger web (iya, jala-jala itu namanya Dillinger web, teknologi adidas di taun 80an yang fungsinya biar midsolenya lebih empuk dan maknyus).
Upper
Seperti yang udah dijelasin sebelumnya, uppernya primeknit-merino wool. Desain one upper bootie construction tanpa reinforcements di bagian dalam dan eyelet (ga kaya ultraboost cageless pake reinforcements, bleh). Bagian dalam heel ada heelcup lembut gitu, biar shapenya terjaga. Tongue tab-nya suede, pulltabnya balistik nilon dengan logo ATRIC dan heeltab-nya suede.
Di sisi luar ada panel suede dan di sisi dalam ada material karet yang lanjut sampe outsole. Untuk perlindungan, outsolenya jadi bemper buat heel sama jempol, aman lah. Oiya ankle collarnya agak sesek jadi mungkin kamu agak sulit masukin kaki ke dalem, dan desainnya lowcut banget. Tapi lockdownnya oke, ga selip kemana-mana.
Tali sepatunya sendiri sangat 90an banget warna skotlet orens dengan aglet plastic warna orens.
Insole, midsole, dan outsole
Kaya di atas, outsole-nya allover traction pattern-nya adidas watermoc V dengan material karet terpisah warna item buat ngelindungin arch. Outsolenya tebel dan kokoh, cocok buat outdoor. Karena itu, kalo ga ada karet yang lebih elastis, arch kaki kita kasian. Dan di material karet itu ada 4 lubang udara buat masuk ke kaki kita.
Outsolenya sendiri pake material rubber dari continental, bisa dipastikan super grippy.
Insolenya pake teknologi Outlast dari NASA. Dengan material bagian atasnya mirip-mirip beludru, jadi nyaman. Salah satu nilai kurang di sepatu ini ada di insolenya. Walopun teknologi Outlastnya NASA emang enak dan nyaman tanpa perlu tebel-tebel (ga kaya ortholite yang tebel), tapi insolenya jadi lemes banget. Pas masukin sepatu besar kemungkinan insole bakal gegoyangan.
Sizing
Sizingnya TTS adidas saya, 11UK/46eur/11.5US/29.5cm. Menurut saya sepatu ini agak lebar karena saya muat 10.5UK dan lebarnya masih pas, tapi jari manis dan kelingking saya kepentuk ujung depan sepatu.
sebagai perbandingan:
Superstar 80s: 11.5US
Superstar Vintage: 11.5US
Superstar 80v: 11.5US
Campus 80s: 12US
Air Jordan 1: 12US
Clyde: 11.5US
998: 12US
Air 180: 12US (12.5US juga bisa)
Presto: XL (lebarnya pas tapi kepanjangan), L (panjangnya pas tapi kurang lebar)
Manchester GT/Spezial: 12US
Hamburg: 11.5US
Hochelaga: 12US
Asice Gel-Mai: 12.5US
Overall
Secara umum, saya suka sepatu ini, karena selain penggemar sepatu basket 70an/80an (dunk, clyde, rivalry, supes, campus dll) dan 90s tech runner (EQT support/cushion/racing/dll, insta pump fury, air footscape, air 180, reebok dmx run 10, air rift dan ngga, saya gasuka air max 98 atau TN) saya juga suka sama sepatu outdoor kaya seeulater, mowabb (wishlist!), air moc, revadechi, wildwood, lava dome, NB H710). Apalagi desainnya yang super low profile bikin nyante banget.
Sampai saat ini kekurangannya ada 3:
- Insolenya terlalu lemes jadi pas masukin kaki insolenya rawan geser dan nekuk. Itu ganggu banget. Mungkin bisa diakalin pake double tape sih ya;
- Ankle collarnya kurang stretchy, masukin kaki agak sulit, gabisa slipping on gitu aja (ga kaya gel-mai knit, yang bisa disliponkan);
- Outsole bagian depan. Karena upper materialnya knit kan jadinya lemes. Orang kaya saya yang sukanya ada wiggle room buat jari bikin shapenya jadi sedikit mirip sepatu aladin, ga terlalu keliatan sih tapi ngeselin aja.
ATRIC F/22 arahnya beda kaya ATRIC F/1.3 dan F/1.4 yang lebih techwear/urban ninja whatever. F/22 lebih kaya sepatu gunung/outdoor/trekking/whatever dengan vibes 90an. Hal ini bisa diliat dari apparel pendukung keduanya yang arah desainnya bener-bener beda.
Yak demikian review Panjang saya, makasi udah baca. Ciao!
Oh iya nambahin gaes, harga retail untuk adidas Atric F/22 Primeknit ini Rp2.200.000. Bisa dibeli di toko offline maupun online adidas kesayangan Anda~
Semua foto dan ulasan milik mbah Denan Bagus. BC hanya pengepul dan belum bisa ngereview sendiri (bokek boz).